Mengenang sejumput peristiwa awal maret beberapa tahun yang lalu (weleh, lama amat :D).
Aku mendapat kesempatan untuk mengikuti kegiatan BSI Peduli. Rasa bahagia menyesak dalam kalbu karena itu artinya aku mempunyai peluang untuk mendapatkan pengalaman baru, lingkungan baru, teman baru atau bahkan saudara baru.
Aku mendapat kesempatan untuk mengikuti kegiatan BSI Peduli. Rasa bahagia menyesak dalam kalbu karena itu artinya aku mempunyai peluang untuk mendapatkan pengalaman baru, lingkungan baru, teman baru atau bahkan saudara baru.
Kegiatan kali ini
aku mengajar kelas II A SDN 01 Satria Jaya yang terletak di Kabupaten Bekasi.
Lokasi sekolah tidak terlalu jauh karena aku tidak perlu mendaki gunung dan
menyeberangi lautan untuk sampai ke tujuan. Namun saat pertama kali ku injakkan
kakiku disini, aku merasa benar-benar berada di luar kota. Suasana yang sejuk,
kicauan burung yang riang bernyanyi, jauh dari hiruk pikuk kemacetan kota.
Banyak hal menyenangkan yang akhirnya ku nikmati disini.
Banyak
hal lain yang juga terjadi hampir di setiap harinya. Ada yang mengadu, bu si
ini nakal, bu si itu nyontek, bu penghapus saya diambil, dan lain-lain. Aku
tersenyum dalam hati, duh… anak-anak. Ada juga anak yang sempat menangis karena
ku beri nilai dengan angka empat. Waduh.. pengalaman nih, batinku. Untuk
selanjutnya, jika ada anak yang seharusnya mendapat nilai angka dibawah enam,
maka pekerjaan mereka cukup aku paraf saja. Tapi bukan berarti setiap aku paraf
nilainya dibawah enam looh. He..he..
Anak-anak kelas II A disini sangat rajin dan bersemangat dalam belajar. Mereka mudah diajak berkomunikasi. Saat diberi pertanyaan mereka berebut mengacungkan tangan untuk menjawab. Jika disuruh maju mereka juga berebutan. Sepertinya aku perlu belajar dari semangat mereka. Aku hanya bisa berdoa semoga mereka semua kelak menjadi orang yang berguna bagi orang tua, agama dan negara, aamiin.
Banyak
mata pelajaran yang ku ajarkan disana. Yang agak sulit bagiku adalah pelajaran
bahasa Sunda. Tak terbayangkan saja, aku yang asli orang jawa, tidak bisa berbahasa
Sunda namun harus mengajarkan pelajaran tersebut. Ini merupakan tantangan baru
bagiku.
Tak ada yang tak bisa kalau kita mau berusaha, tekadku dalam hati. Aku pelajari bukunya dan ku coba pahami materi. Aku juga sharing dengan guru-guru yang mengajar disana. Aku ucapkan terimakasih untuk guru-guru dan kepala sekolah di SDN 01 Satria Jaya yang sudah sangat terbuka dan membantu dengan kesulitan yang ku hadapi. Beliau-beliau adalah guru yang luar biasa, pahlawan tanpa tanda jasa. Alhamdulillah saat jam mengajar bahasa Sunda berjalan dengan lancar.
Tak ada yang tak bisa kalau kita mau berusaha, tekadku dalam hati. Aku pelajari bukunya dan ku coba pahami materi. Aku juga sharing dengan guru-guru yang mengajar disana. Aku ucapkan terimakasih untuk guru-guru dan kepala sekolah di SDN 01 Satria Jaya yang sudah sangat terbuka dan membantu dengan kesulitan yang ku hadapi. Beliau-beliau adalah guru yang luar biasa, pahlawan tanpa tanda jasa. Alhamdulillah saat jam mengajar bahasa Sunda berjalan dengan lancar.
Setiap akhir jam
belajar ditutup dengan doa. Lalu anak-anak bergiliran untuk bersalaman
denganku. Sebelum keluar ruangan,
tangan-tangan lucu mereka menghampiri whiteboard yang masih penuh tulisanku,
menghapus tulisan tersebut pakai tangan, lalu dengan isengnya mereka saling
mencolek wajah anak yang lainnya. Hem.. sepertinya white board akan bersih
sebelum aku menghapus tulisan yang ada disana. :D
Hari Jum’at adalah hari terakhir aku mengajar disana. Ku jelaskan kepada anak-anak bahwa besok saya tidak mengajar mereka lagi. Ekspresi mereka jadi sedih, dan pertanyaan pun bermunculan. Kenapa ibu gak betah ya, bosen dengan kami ya, kami bandel ya bu, ibu kapok ya ngajar kami, kok cuma sebentar, memangnya ibu mau kemana, dan masih banyak lagi pertanyaan mereka. Pertanyaan mereka tak ku jawab satu persatu. Ku jelaskan kembali secara garis besar, mengapa aku tidak lagi mengajar disana.
Jam belajar hari Jum'at ini akhirnya ditutup dengan doa seperti biasa. Namun ada yang berbeda, anak-anak yang biasanya ramai berebutan salaman, saat ini tidak.
Biasanya main cemong- cemongan, kali ini tidak.
Biasanya saat aku keluar ruangan mereka sudah berlalu pulang, kali ini tidak.
Mereka ada yang berdiri, ada yang duduk termangu didepan kelas.
Ada sorot mata duka.
Ada tetes airmata.
Duh, jangan menangis! Aku berlalu sambil menyembunyikan air yang juga mulai menyungai dimataku. Perpisahan bukanlah akhir dari segalanya. Setidaknya kita punya sesuatu yang layak untuk dikenang, kan. Sesuatu yang tak akan hilang, meski musim silih berganti dan jam dinding tak berdetak lagi. Lebaaay.
Maaf, paragraf terakhir ini berdasarkan kisah nyata yang sudah direkayasa penulisnya. Mohon jangan terlalu percaya. Semangat!!! Wassalam.