Sunday, February 9, 2014

Tentang Kita



Mengenang sejumput peristiwa awal maret beberapa tahun yang lalu (weleh, lama amat :D).  
Aku mendapat kesempatan untuk mengikuti kegiatan BSI Peduli. Rasa bahagia menyesak dalam kalbu karena itu artinya aku mempunyai peluang untuk mendapatkan pengalaman baru, lingkungan baru, teman baru atau bahkan saudara baru.
Kegiatan kali ini aku mengajar kelas II A SDN 01 Satria Jaya yang terletak di Kabupaten Bekasi. Lokasi sekolah tidak terlalu jauh karena aku tidak perlu mendaki gunung dan menyeberangi lautan untuk sampai ke tujuan. Namun saat pertama kali ku injakkan kakiku disini, aku merasa benar-benar berada di luar kota. Suasana yang sejuk, kicauan burung yang riang bernyanyi, jauh dari hiruk pikuk kemacetan kota. Banyak hal menyenangkan yang akhirnya ku nikmati disini.

Hari pertama mengajar aku sempat sedikit heran. Setiap selesai latihan soal atau menulis, anak-anak selalu kedepan menghampiri aku. Saat ku tanya ada apa, mereka mengatakan minta nilai. Ooooh…. Batin ku. Setelah aku diskusi dengan guru kelasnya, aku baru tahu bahwa setiap anak-anak mengerjakan apapun harus di ‘nilai’. ‘Nilai’ disini tidak harus angka, bisa juga di beri tanda bintang, paraf, checklist atau angka seperti biasa. Anak-anak ini sangat gembira saat aku mencoretkan sesuatu di hasil kerja mereka. Mungkin dengan ini mereka merasa dihargai. Lucu ya. Aku bahkan lupa, apakah dulu waktu aku SD seperti ini atau tidak, atau mungkin lebih parah. :)

Banyak hal lain yang juga terjadi hampir di setiap harinya. Ada yang mengadu, bu si ini nakal, bu si itu nyontek, bu penghapus saya diambil, dan lain-lain. Aku tersenyum dalam hati, duh… anak-anak. Ada juga anak yang sempat menangis karena ku beri nilai dengan angka empat. Waduh.. pengalaman nih, batinku. Untuk selanjutnya, jika ada anak yang seharusnya mendapat nilai angka dibawah enam, maka pekerjaan mereka cukup aku paraf saja. Tapi bukan berarti setiap aku paraf nilainya dibawah enam looh. He..he..

Anak-anak kelas II A disini sangat rajin dan bersemangat dalam belajar. Mereka mudah diajak berkomunikasi. Saat diberi pertanyaan mereka berebut mengacungkan tangan untuk menjawab. Jika disuruh maju mereka juga berebutan. Sepertinya aku perlu belajar dari semangat mereka. Aku hanya bisa berdoa semoga mereka semua kelak menjadi orang yang berguna bagi orang tua, agama dan negara, aamiin.

Banyak mata pelajaran yang ku ajarkan disana. Yang agak sulit bagiku adalah pelajaran bahasa Sunda. Tak terbayangkan saja, aku yang asli orang jawa, tidak bisa berbahasa Sunda namun harus mengajarkan pelajaran tersebut. Ini merupakan tantangan baru bagiku. 

Tak ada yang tak bisa kalau kita mau berusaha, tekadku dalam hati. Aku pelajari bukunya dan ku coba pahami materi. Aku juga sharing dengan guru-guru yang mengajar disana. Aku ucapkan terimakasih untuk guru-guru dan kepala sekolah di SDN 01 Satria Jaya yang sudah  sangat terbuka dan membantu dengan kesulitan yang ku hadapi. Beliau-beliau adalah guru yang luar biasa, pahlawan tanpa tanda jasa.  Alhamdulillah saat jam mengajar bahasa Sunda berjalan dengan lancar.
Setiap akhir jam belajar ditutup dengan doa. Lalu anak-anak bergiliran untuk bersalaman denganku. Sebelum  keluar ruangan, tangan-tangan lucu mereka menghampiri whiteboard yang masih penuh tulisanku, menghapus tulisan tersebut pakai tangan, lalu dengan isengnya mereka saling mencolek wajah anak yang lainnya. Hem.. sepertinya white board akan bersih sebelum aku menghapus tulisan yang ada disana. :D

Hari Jum’at adalah hari terakhir aku mengajar disana. Ku jelaskan kepada anak-anak bahwa besok saya tidak mengajar mereka lagi. Ekspresi mereka jadi sedih, dan pertanyaan pun bermunculan. Kenapa  ibu gak betah ya, bosen dengan kami ya, kami bandel ya bu, ibu kapok ya ngajar kami, kok cuma sebentar, memangnya ibu mau kemana, dan masih banyak lagi pertanyaan mereka. Pertanyaan mereka tak ku jawab satu persatu. Ku jelaskan kembali secara garis besar, mengapa aku tidak lagi mengajar disana.

Jam belajar hari Jum'at ini akhirnya ditutup dengan doa seperti biasa. Namun ada yang berbeda, anak-anak yang biasanya ramai berebutan salaman, saat ini tidak. 
Biasanya main cemong- cemongan, kali ini tidak. 
Biasanya saat aku keluar ruangan mereka sudah berlalu pulang, kali ini tidak.
Mereka ada yang berdiri, ada yang duduk termangu didepan kelas. 
Ada sorot mata duka. 
Ada tetes airmata. 
Duh, jangan menangis! Aku berlalu sambil menyembunyikan air yang juga mulai menyungai dimataku. Perpisahan bukanlah akhir dari segalanya. Setidaknya kita punya sesuatu yang layak untuk dikenang, kan. Sesuatu yang tak akan hilang, meski musim silih berganti dan jam dinding tak berdetak lagi. Lebaaay.
Maaf, paragraf terakhir ini berdasarkan kisah nyata yang sudah direkayasa penulisnya. Mohon jangan terlalu percaya. Semangat!!! Wassalam.